Jumat, 15 Oktober 2010

UPACARA ADAT ULUR-ULUR DI TELAGA BURET (saving BURET LAKE by traditioanl ceremoney

Ulur-ulur merupakan upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Buret Desa sawo Kecamapatn Campurdarat Kabupaten tulungagung. Upacara ini merupakan wujud ucapan terimakasih, karena telaga sekecil itu mampu mengairi sawah empat desa. Desa sawo, Desa Besole, Desa gamping.

Mbah Sami, sebagai orang tua yang sudah 15 tahun mempersiapakan upacara ulur-ulur mengatakan bahwa setiap upacara tersebut harus dipersiapkan sesaji yang dikirim dan dibuat oleh masyarakat dari empat desa. Sesaji tersebut berupa cok bakal, jajan pasar, ripih, nasi lodho sega gurih, dsb.

Setelah dibacakan doa-doa, barulah semua makanan dibagikan kepada yang hadir, dan sebagian kecil diberikan ke binatang yang ada di telaga tersebut. Binatang-binatang itu da berbagai jenis ikan, bulus, dan kera.

Semua yang terlibat dalam upacara sesaji diharapkan mencicipi makanan tersebut. Pemimpin rituals sesaji mengingatkan penulis yang beada di dekat sesaji, "Pak suka tidak suka, tolong coicipi sedikit saja sebagai rasa penghormatan terhadap penghuni telaga ini"

PROSESI
Rombongan upacara berangkat dari tempat persiapan. Paling depan kerandang makanan (jodang) berjumlah 4 buah, yang masing-masing kiriman dari 4 desa. Jodang tersebut dipikul oleh dua orang di depan dan di belakang. Di belakngnya pasukan pembawa tombak dan bokor berisi dupa yang sudah di nyalakan. Di belakangnya lagi sepasang penganten yang membawa peralatan pakaian "manten". Diikuti beberapa gadis cantik membawa bokor yang beiris bunga aneka warna untuk ditaburkan di telaga.
Barisan berikutnya adalah sespuh dari desa setempat dan dari kabupaten, serta pemimpin upacara adat. Barisan paling belakang adalah rombomngan solawatan dengan rebananya.
Tampak sakral tapi juga unik. sakral karena dikemas sedemikian rupa, terasa kental mistiknya. Unik, karena di depan berbusana jawa lengkap dengan sesajinya, tetapi paling belakang rombongan solawatan.

Hal ini ternyata memang di sengaja. Kasepuhan sebagai pengelola dan penyelamat lingkuan Telaga Buret pernah ditentang oleh masyarakat sekitar. kegiatan mereka dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Akhirnya, diundanglah tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai lintas agama> Bagaimana agar semua terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan. Dan terlaksanalah upacara adat semacam itu.

Setelah rombonganm prosesi upacara sampai di tempat, pembawa jodang langsung menuju tempat sesaji. Makanan tradisional disiapkan di samping sesaji. Pembawa pakaian "penganten" langsnung menuju tempat "manten" yang berupa dua buah patung Dewi Sedono dan suaminya.

Upacara dimulai. "Penganten dimandikan dengan kembang boreh dan kembang setaman.


PERSIAPAN UPACARA

Sebelum upacara dimulai, prosesi upacara dibagi menjadi 3 tempat. persiapan pemberangkatan, proesesi upacara, dan tempat sesaji.

Persiapan upacara dilaksanakan di rumah Kepala Desa Buret yang kebetulan tempatnya dekat dengan Telaga buret. Di sini peserta upacara terdiri dari tim pembawa "jodang" (semacam keranjang segi empat berisi makanan dan sesaji), "penganten" yang membawa pakaian "penganteng penjaga telaga", pengiring yang berpakaian adat jawa,

Di halaman telaga telah dipasang tenda untuk prosesi upacara dan tempat ruang tamu. di sebelahnya tersedia panggung yang berisi kesenian tradisional jawa gamelan dan campursari. di halaman sebelahnya disediakan tempat untuk konsumsi, berisi jajan-jajan tradisional.

Di ujung dekat telaga, merupakan tempat sesaji. di sini terdapat meja putih yang di atasnya terdapat patung kecil berukuran 35 x 20 cm. Patung ini merupakan perwujudan dewi sri dan suaminya, yaitu anak Ki Jigang Jaya yang pertama kali menemukan Telaga Buret. Di tempat utama sesaji, terdapat altar pemujaan. di sini tersedia berbagai alat berupa kembang setaman, dupa, kembang boreh dsb. Ada tiga orang pemimpin sesaji.


Setelah dibacakan doa-doa, barulah semua makanan dibagikan kepada yang hadir, dan sebagian kecil diberikan ke binatang yang ada di telaga tersebut. Binatang-binatang itu da berbagai jenis ikan, bulus, dan kera.

Semua yang terlibat dalam upacara sesaji diharapkan mencicipi makanan tersebut. Pemimpin rituals sesaji mengingatkan penulis yang beada di dekat sesaji, "Pak suka tidak suka, tolong coicipi sedikit saja sebagai rasa penghormatan terhadap penghuni telaga ini"

PROSESI
Rombongan upacara berangkat dari tempat persiapan. Paling depan kerandang makanan (jodang) berjumlah 4 buah, yang masing-masing kiriman dari 4 desa. Jodang tersebut dipikul oleh dua orang di depan dan di belakang. Di belakngnya pasukan pembawa tombak dan bokor berisi dupa yang sudah di nyalakan. Di belakangnya lagi sepasang penganten yang membawa peralatan pakaian "manten". Diikuti beberapa gadis cantik membawa bokor yang beiris bunga aneka warna untuk ditaburkan di telaga.
Barisan berikutnya adalah sespuh dari desa setempat dan dari kabupaten, serta pemimpin upacara adat. Barisan paling belakang adalah rombomngan solawatan dengan rebananya.
Tampak sakral tapi juga unik. sakral karena dikemas sedemikian rupa, terasa kental mistiknya. Unik, karena di depan berbusana jawa lengkap dengan sesajinya, tetapi paling belakang rombongan solawatan.

Hal ini ternyata memang di sengaja. Kasepuhan sebagai pengelola dan penyelamat lingkuan Telaga Buret pernah ditentang oleh masyarakat sekitar. kegiatan mereka dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Akhirnya, diundanglah tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai lintas agama> Bagaimana agar semua terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan. Dan terlaksanalah upacara adat semacam itu.

Setelah rombonganm prosesi upacara sampai di tempat, pembawa jodang langsung menuju tempat sesaji. Makanan tradisional disiapkan di samping sesaji. Pembawa pakaian "penganten" langsnung menuju tempat "manten" yang berupa dua buah patung Dewi Sedono dan suaminya.

Upacara dimulai. "Penganten dimandikan dengan kembang boreh dan kembang setaman.

0 komentar:

Posting Komentar